http://www.riaupos.co/spesial.php?act=full&id=994&kat=3
Lumbung
1/
sepanjang tahun ia menabung kata
di lumbung kenangan
tapi kata tak gandrung
cuma murung mengisapnya
tak kunjung jadi kuning tua
menanam benih yang tak tumbuh
dan kota ini jadi kering dan asing
bayangan puisi mengabur di kaca jendela
mungkin ia perlu bertahan dalam pelukan
seorang perempuan
ketika hujan tandang
2/
di malam ini,
ada isak kata menangis tersedu
tak bisa ia tenangkan
bahkan ketika sebuah sajak
selesai ditulisnya
2012
Bandar Jakarta
semestinya engkau tak usah menghubungiku
kenali saja kota ini sendiri
kau akan paham jika penat telah lama pucat
di antara kendaraan yang antri
dan debar klakson
waktu yang aus
tanpa per
yang mengajakmu kembali ke silam
gang sempit, suara jerit
sebab hanya ada hutan buatan di sini
pohon-pohon masuk ke dalam pot besar
dan trotoar bukan milik pejalan kaki
dan kau akan senantiasa kangen di sana
ingin singgah serupa kundang
di bandar besar
dengan otak jahat yang berlingkar
hanya tandus jalanan
beratus hari hilang hujan
2012
Kue Ulang Tahun
- asrina
ayolah, potong kue itu
hanya ada desir waktu cemas menguntit dirimu
membayangkan engkau tumbuh
dan dipenuhi kerut wajah
hanya nyala lilin
uban yang memanjang
dan engkau yang telah menjadi ibu
ayolah, buka kado itu
setelah ini kita ke pantai
mengakrabi biru laut
dan menyimpan kenangan yang lama sungut
hanya senyumanmu
mengganti bilangan hari
yang selalu kautandai setiap pagi
2012
Istri
1.
ia memasukkanku ke dalam kamar
ranjang yang hangat
dan secangkir kopi di meja depan
“selalu aku ingin menggambar hujan bersamamu!”
lengannya lebih rekat menyumbat ingatanku
2.
ia berdandan di depan cermin
“adakah aku menjadi tua?”
ia seperti ingin menggugat waktu
tapi pelukannya telah merawatku
setiap kali tubuhku gemetar
“kutinggalkan bekas gincu di telapak tanganmu. supaya engkau ingat selalu.”
ucapnya menjauh, sebelum aku tergesa kerja
3.
ia membenahi segalanya
aku yang tak pernah ingat letak pakaian
dan menyimpan usiaku yang kerap tak usai dikayuh
Poris Plawad, 2012
Menyusun Puzzle
mestinya aku mengenangmu lewat hujan
tapi hanya cuaca sengat yang larat mendekat
dan aku terjerat padamu
segalanya membekas
semacam saat menyusun puzzle kenangan yang retak
membetulkan letak ingatan
tentang ranum bibirmu
meskipun sepanjang kota
kerumun orang mengumpat
hanya ada bekas tahun yang menguning
seperti terkunci
ah, betapa sulitnya kurekatkan dirimu
bertahun-tahun tak kunjung rapat
2012
Alex R. Nainggolan
Lahir
di Jakarta, 16 Januari 1982. Menyelesaikan studi di FE Universitas
Lampung. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku dimuat di
berbagai media seperti Majalah Sastra Horison, Jurnal Puisi, Kompas,
Republika, Jurnal Nasional, Jawa Pos, Berita Harian Minggu (Singapura),
Sabili, dll. Termuat dalam antologi bersama, seperti Elegi Gerimis Pagi
(KSI, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi (KOMPAS, 2003), Muli (DKL, 2003),
Dari Zefir Sampai Puncak Fujiyama (CWI, Depdiknas, 2004), La Runduma
(CWI & Menpora RI, 2005), Akulah Musi (PPN V, Palembang 2011), dll.
Buku kumpulan cerpennya yang telah terbit Rumah Malam di Mata Ibu
(Penerbit Pensil 324 Jakarta, 2012). Beberapa kali memenangkan lomba
penulisan artikel, sajak, cerpen, karya ilmiah. Kini ia bekerja di
pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Mengenai Saya
- Alex R. Nainggolan
- Dilahirkan di Jakarta, 16 Januari 1982. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku sempat nyasar di Majalah Sastra Horison, Jurnal Puisi, Kompas, Republika, Jurnal Nasional, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Seputar Indonesia, Sabili, Annida, Matabaca, Surabaya News, Lampung Post, Sriwijaya Post, Riau Pos, Suara Karya, Bangka Pos, Radar Surabaya, NOVA, On/Off, Majalah e Squire, Majalah Femina, www.sastradigital.com, www.angsoduo.net, Majalah Sagang Riau, dll. Bekerja di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar